GOA = GURU-ORANGTUA-ANAK
1.
Hubungan Kerja Sama Antara Guru Dan Orangtua
Keterlibatan
orang tua sangatlah berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Guru dan
orang tua pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama dalam pendidikan anak,
yaitu mendidik, membimbing, membina serta memimpin anaknya menjadi orang dewasa
serta dapat memperoleh kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Seorang guru akan senang melihat siswanya, ketika siswanya tersebut
memiliki prestasi. Dan demikian pula orang tua akan lebih senang lagi bahkan
bangga ketika anaknya memiliki prestasi. Karena itu guru dan orang tua memiliki
tujuan yang sama dalam mendidik.
Untuk
dapat mewujudkan harapan tersebut, tentunya harus ada kerjasama yang baik
antara guru dan orang tua. Kerja sama yang baik antara guru dan orangtua sangat
penting karena dua pihak inilah yang setiap hari berhadapan langsung dengan
siswa. Jika kerja sama antara guru dan orang tua kurang, maka pendidikan tidak
akan berjalan dengan baik bahkan pendidikan yang direncanakan tersebut tidak
akan berhasil dengan baik. Kerjasama antara orang tua dan guru akan
mendorong siswa untuk senantiasa melaksanakan
tugasnya sebagai pelajar, yakni belajar dengan tekun dan bersemangat.
Selanjutnya,
Interaksi yang baik antara orang tua dan guru yang bernilai informasi tentang
situasi dan kondisi setiap siswa, akan melahirkan suatu bentuk kerja sama yang
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.
Hubungan kerja sama tersebut sangatlah penting. Sebab dengan adanya kerjasama
tersebut orang tua dan guru dapat mengetahui kondisi siswa baik di lingkungan
rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini guru dapat memperoleh
informasi dari orang tua, bagaimana anak tersebut ketika berada dirumah, apakah
dirumah anak mengulang pelajaran atau tidak dan sebagainya.
Demikian
juga orang tua juga dapat memperoleh informasi dari guru yaitu tentang
bagaimana kemajuan anak tersebut dalam belajar dan bagaimana sikap seorang
siswa tersebut ketika dilingkungan sekolah.Namun, yang terjadi dalam prakteknya
adalah ada sebahagian orang tua yang beranggapan bahwa setelah anak dimasukkan
dalam lingkungan sekolah, maka tanggung jawab diserahkan oleh guru seutuhnya.
Padahal hal tersebut adalah tindakan yang salah. Orangtua yang berhadapan
langsung dengan anak di rumah, memiliki peran yang tidak kalah penting bahkan
jauh lebih besar dari guru. Sebagian besar waktu siswa habis di rumah bukan di
sekolah. Di sekolah anak belajar antara 6 hingga 7 jam sedangkan sisanya banyak
dihabiskan di rumah. Oleh karena itu, sangat tidak pantas jika orang tua
menyerahkan semua tanggung jawab kepada guru di sekolah.Padahal, waktu yang
dimiliki guru untuk mendidik anak di lingkungan sekolah sangat terbatas. Bahkan
seorang guru dalam prakteknya dilingkungan sekolah harus memperhatikan banyak anak
didik. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dilakukan jika orang tua menyerahkan
semuanya tentang kemajuan anak didik ditangan guru seutuhnya. Dan sangat tidak
mungkin jika guru hanya memperhatikan satu siswa saja. Contonya adalah, pembelajaran
sentra peran dan persiapan yang mana bahasa dalam pembelajaran sentra tersebut
sangat dominan tentunya seorang anak tidak akan dapat lancar mengungkapkan bahasa dalam waktu singkat tanpa bantuan orang tuanya
yang mengajarinya dirumah, dengan cara mengajaknya mengulang pelajaran sekolah
dirumah. Contoh lain lagi adalah ketika setiap masuk ke kelas mengajak anak
didiknya berdoa sebelum belajar. Guru juga berpesan pada anak didik untuk dilaksanakan
ketika di rumah. Namun, ternyata orangtua tidak melanjutkan untuk mengajak anak
berdoa.Hal ini tentunya membuat anak merasa tidak diperhatikan orang tuannya hingga
akhirnya hanya menjadi teori pelajaran bagi anak di sekolah.
Contoh di atas tersebut membuktikan kepada kita
bahwa kerjasama antara orang tua dan guru sangatlah penting. Guru di sekolah
mendidik dengan sepenuh hati, demikian pula orang tua sepenuh hati mendidik
anaknya di rumah. Sudah bukan zamannya lagi jika orangtua berkata menyerahkan
tugas dan tanggungjawab pendidikan anaknya kepada guru. Dan berharap guru dapat
menjadikan anaknya pintar dan berakhlak mulia namun orang tua tidak turut ikut
campur tangan mendidik anaknya. Orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab
terhadap anaknya bukan saja hanya menyiapkan makan, pakaian dan tempat tinggal.
Namun lebih dari itu, orangtualah yang sesungguhnya menjadi pendidik utama bagi
anak-anaknya. Hal inilah yang belum disadari oleh sebagian besar
masyarakat. Karena itu, tentu akan lebih baik jika guru rutin mengadakan
pertemuan dengan orangtua murid untuk
melakukan konsultasi terhadap kemajuan dan masalah yang di hadapi oleh anak
tersebut. Dalam kegiatan konsultasi tersebut, orangtua yang satu dengan yang
lain bisa saling bertukar cerita atau masalah yang dihadapi anaknya
masing-masing. Saling memberi masukan dan mencari pemecahan masalah bersama.
Guru juga bisa menyampaikan hal-hal baru yang harus dilakukan orangtuanya di
rumah saat mendampingi anak-anaknya. Bahkan, sangat baik jika sekolah
memfasilitasi setiap kali pertemuan guru dan orang tua, didatangkan pembicara
yang merupakan ahli dalam pendidikan. Pengetahuan orangtua siswa dalam mendidik
anak akan bertambah. Pendidikan pada siswa akan membuahkan hasil lebih baik.
2. Kemitraan Antara Lembaga PAUD dan Orangtua
Sekelompok
orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang lebih besar
disebut dengan masyarakat (http://wikipedia.co.id). Keluarga adalah masyarakat kecil,
sehingga orangtua merupakan bagian dari masyarakat. Orangtua selalu
mengharapkan hal yang terbaik bagi anaknya dan idealnya selalu berusaha
melakukan yang terbaik bagi anaknya. Untuk itu, orangtua perlu menyadari bahwa
pendidikan bagi anak terutama pada usia dini tidak lantas hanya menjadi
tanggung jawab pendidik di lembaga PAUD yang dipercaya namun lebih dari itu
orangtua dan pendidik seyogyanya menjalin kerjasama yang sinergis demi
perkembangan anak.
Kerjasama
yang dapat dilakukan antara pendidik dan orangtua antara lain dimulai dari yang
paling sederhana yaitu komunikasi. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung
dan tak langsung. Komunikasi langsung yaitu berupa orangtua hadir ke lembaga
untuk berdiskusi dan konsultasi berkaitan dengan perkembangan dan permasalahan
anak, dapat pula dalam bentuk kunjungan yang dilakukan pendidik kepada orangtua
sebagai wali anak, atau pun berupa pertemuan yang dilaksanakan dengan undangan
kepada orangtua. Selain itu, komunikasi langsung pun dapat dilakukan dengan
alat bantu komunikasi berupa telepon. Untuk komunikasi yang tak langsung dapat
diwujudkan dalam bentuk buku penghubung, surat atau surel (surat elektronik),
dan sebagainya. Dikatakan tak langsung dikarenakan jawaban tidak dapat langsung
diterima oleh komunikan, sehingga diperlukan beberapa waktu untuk memperoleh feedback
(umpan balik).
Lebih
lanjut, kerjasama pendidik dan orangtua dapat dilakukan dengan persamaan
persepsi serta membangun konsistensi pembiasaan dan pembelajaran bagi anak
antara di rumah dan di lembaga. Dalam hal ini, program parenting yang sudah ada
sebelumnya, dapat dioptimalisasikan sebagai bentuk kegiatan bimbingan kelompok.
Hal ini sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan bagi
anak. Adapun cara membangun kemitraan kerjasama dengan orang tua di lembaga
kelompok bermain Mentari adalah :
a. Pertemuan orang tua di Lembaga PAUD
Pertemuan guru dan orang tua dari murid diadakan
beberapa kali untuk memberi informasi kepada orang tua mengenai kemajuan
anak-anak.para guru melaporkan bahwa pertemuan itu produktif dalam memberikan
pengertian yang dalam tentang anak.orang tua juga percaya bahwa pertemuan itu menguntungkan karena mereka mendapat
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,mendapat jawaban atas pertanyaan
mereka.Agar pertemuan orang tua berjalan
dengan lancar maka lembaga harus membuat
perencanaan, sebelum pertemuan guru dan
orang tua dilaksanakan maka guru harus mengirim sebuah agenda kepada orang tua
murid,agenda tersebut berisi daftar waktu,tempat dan masalah masalah yang akan
dibahas oleh guru kepada orang tua murid.dan guru menyiapkan ruang untuk orang
tua menjawab.kemudian telusuri map setiap anak dan buatlah catatan tentang
kemajuannya di Lembaga dan guru dan orang tua saling memberi pendapat tentang
anak.Kemudian orang tua dan guru saling berkomunikasi untuk memecahkan masalah
atau isu yang muncul selama pertemuan terjadi.
b. Kegiatan
Home Visit
Kegaiatan home visit ini
merupakan kegiatatan lembaga yang dapat memberikan umpan balik (feed back) dari
orangtua peserta didik kepada pihak sekolah. Kegiatan home visit ini secara
langsung melibatkan orangtua peserta didik berpartisipasi dalam pengembangan
dan peningkatan mutu pendidikan sekolah. Mengenai bentuknya dapat berupa moral,
bantuan tenaga, pemikiran atau berupa bantuan material yang tentunya
disesuaikan dengan kemampuan masing masing orangtua peserta didik.Dengan demikian,
tujuan sekolah dengan program home visit-nya akan dapat tercapai dengan
baik. Melalui kunjungan rumah ini pula, pendidik akan mengetahui secara utuh
kegiatan peserta didik ketika berada di rumah. Apabila peserta didik dapat
diketahui secara totalitas aspek kepribadiaannya maka program pendidikan akan
mudah dilaksanakan termasuk kesulitan belajar peserta didik dapat teratasi.
Penjelasan program sekolah yang berupa home visit di atas maka dapar diketahui
ada beberapa tujuan home visit yaitu untuk:
1)
Meningkatkan hubungan harmonis antara sekolah dengan
orangtua peserta didik.
2)
Memperkenalkan program-program sekolah kepada orangtua
3)
Menyelesaikan masalah-masalah peserta didik di
sekolah.
4)
Memberdayakan atau keterlibatan orangtua peserta didik
terhadap pengembangan sekolah
c.
Komunikasi Tertulis Untuk Orangtua
Hak orang
tua untuk mengetahui kemajuan pendidikan anaknya dapat direalisasikan dengan
terjalinnya komunikasi efektif antara guru dan orang tua. Komunikasi tertulis
untuk orang tua dapat dilakukan guru , sewaktu guru merasa perlu untuk memberi
tahu kepada orang tua tentang perkembangan atau keadaannya di sekolah hal ini
dapat dilakukan guru melalui secarik kertas, buku penghubung guru dengan orang
tua ataupun berupa surat undangan rapat untuk membicarakan perkembangan anak
secara umum. Bentuk komunikasi yang telah lembaga laksanakan dengan memberikan
buku komunikasi dan buku penghubung yang mana buku komunikasi yang lembaga
berikan kepada anak setiap harinya berisikan mengenai pembelajaran yang setiap
hari dilakukan dan buku penghubung merupakan
komnikasi guru dengan orang tua mengenai kegiatan yang telah dilakukan.
3. Bentuk Sinergi Antara Guru ,Orang
Tua, Anak Di Suatu
Lembaga
PAUD Dalam Menghadapi Permasalahan Anak Usia Dini Sebagai
Peserta Didik
Guru dan orang tua adalah dua
petani ilmu yang berbeda lahan persemaian, yakni sekolah dan keluarga. Mereka
perlu bersinergi, karena sama-sama bertanggung jawab terhadap keberhasilan
pendidikan dan masa depan para generasi penerus bangsa. Sinergi
dalam konteks mendidik dapat diartikan suatu bentuk kerjasama yang harmonis
untuk menanam benih-benih pengetahuan. Kerja sama tersebut dijabarkan dalam
program-program realistis yang dapat diimplementasikan secara kontinyu, dengan
gerak yang sinkron, serta konsisten. Sinergi dibutuhkan untuk menghindari sikap
saling menyalahkan saat menemui kenyataan bahwa banyak kerikil tajam yang
menghambat proses pendidikan. Sekolah tidak boleh melemparkan kesalahan begitu
melihat kurangnya dasar-dasar pengetahuan yang dibangun oleh keluarga.
Orang tua juga dilarang
menyudutkan pihak sekolah, ketika menyaksikan kepandaian anak tidak sesuai
dengan yang diharapakan. Bagaimanapun, seperti telah diyakinkan oleh Mochtar
Buchori (2006), pendidikan akan lebih menemui kesempurnaan bila dilaksanakan
oleh sekolah dan keluarga. Namun dalam prakteknya sering dijumpai
ketidakharmonisan antar pendidik. Mereka tidak menyadari bahwa harmonisasi akan
menyatukan energi sehingga menciptakan tenaga dan spirit yang lebih besar dalam
mendidik. Misalnya dalam memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai. Dari
perspektif cara mengajar, guru berpandangan bahwa nilai-nilai (termasuk
religius) tidak ada bedanya dengan ilmu lain, yang tuntas diberikan pada tahap
aktivitas belajar di kelas. Sedangkan pada pengertian orang tua, nilai-nilai
merupakan sikap atau sifat yang mesti diterapkan dalam perilaku sehari-hari. Keduanya
bisa benar bisa salah. Prestasi pendidikan nilai memang dapat diukur dari
seberapa besar anak mampu melaksanakan nilai-nilai dalam kehidupannya. Namun
bila pelaksanaan nilai tersebut tanpa didasari dengan teori keilmuan, maka
pemahaman anak tentang nilai sebatas kulit luarnya. Anak tidak tahu apa arti
dan mengapa nilai tersebut perlu diterapkan. Pada kasus lain, akibat guru yang
kurang mengikuti perkembangan didaktika, dia menerapkan standard mendidik sama
seperti masa kecilnya. Sementara orang tua ada yang justru telah mengetahui
bagaimana metode pendidikan modern dan motivasi yang dapat mengembangkan
potensi anak secara maksimal. Akibatnya, saat orang tua berusaha membangun
karakter, menggali potensi dan kepercayaan diri, ada guru yang malah merusaknya
dengan berbagai sikap atau perkataan yang melemahkan dan menyinggung harga diri
si anak, atau tanpa disadari menciptakan suasana belajar-mengajar di sekolah
menjadi sangat membosankan. Pada situasi lain, guru berusaha memacu pengetahuan
akademik. Sementara itu, karena banyak orang tua yang kurang memiliki
pengetahuan akademik maka keinginan anak untuk belajar di rumah dengan bimbingan
orang tuanya tidak terlunasi.
Akibat cara mendidik yang
tidak sinkron, anak tenggelam dalam kebingungan. Mana yang mesti diserap, mana
yang benar dan yang salah. Sehingga, saat anak terjerembab di lingkungan dengan
perilaku serta budaya yang cenderung negatif akibat laju globalisasi, mereka
tidak bisa memutuskan mana yang baik dan yang buruk.
Namun disisi lain kami mendapatkan buah-buah dari sinergi tersebut yang
mana sinergi sangat penting untuk
mencapai persamaan persepsi. Pemahaman yang rancu tentang cara mendidik serta
perbedaan pengertian mengenai sebuah pengetahuan bisa diminimalkan. Para
generasi bangsa memahami setiap pengetahuan secara mendalam, mendetail dan
kompleks. Sinergi membentuk kesempurnaan pengertian mengenai suatu pengetahuan,
bagi para pen- didik sendiri. Mereka bisa saling melengkapi dan mengingatkan
bila ada kekurangan. Dengan saling mengingatkan, kesalahan-kesalahan dapat
segera diperbaiki supaya tidak berpengaruh buruk bagi perkembangan anak.
Sinergi juga berguna untuk mengetahui sedini mungkin problematika yang mendera
anak untuk ditemukan solusinya. Kondisi ini membebaskan anak dari gempuran
persoalan yang membata- si gerak perkembangannya. Terapi penyembuhan terhadap
persoalan seorang anak membutuhkan kerjasama yang kuat antara guru dengan orang
tua, supaya penanganannya tidak berbenturan. Guru dan orang tua perlu saling
mendukung dan menguatkan dalam menghadapi problema anak. Dengan sinergi,
keduabelah pihak bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan anak. Mereka
sama-sama memiliki persepsi membangun kemampuan dan pribadi anak, dan bukannya
saling menjatuhkan
Sebaiknya
sinergi harus singkron dan konsisten dalam berbagai cara dapat dilakukan untuk mencapai sinergi yang positif. Bentuk
yang paling sederhana dan sering dilakukan adalah pertemuan rutin antara guru
dengan orang tua. Pertemuan ini penting dilaksanakan, untuk mencapai
kompromi-kompromi dalam mendidik.
Bentuk lain dari
sinergi ini ialah dengan bertukar informasi mengenai perkembangan anak.
Tahap-tahap penyampaian materi pengetahuan juga perlu dikomunikasikan, agar
keduanya memberikan porsi atau tingkatan pengetahuan secara berimbang kepada
anak. Yang penting digaris bawahi dalam sinergi ini, selain dikembangkannya
koordinasi, juga perlu dibangun suasana harmonis antar pendidik. Diusahakan
agar anak dapat melihat bahwa dua sosok yang sangat dihormati memberikan
pengertian, pengetahuan dan contoh yang sinkron serta konsisten.
Tidak perlu lagi dilema dengan pertanyaan siapa yang benar antara guru dan
orang tua. Sinergi bisa menciptakan suasana yang lebih kondusif dan ruang yang
lebih luas, bagi penggalian serta penyuburan potensi-potensi anak. Orang tua
bisa tahu potensi anak mereka setelah mendapat informasi dari guru. Sekolah
juga dapat mengembangkan secara maksimal talenta anak didiknya setelah
mengetahuinya dari orang tua.Pada prakteknya, kegagalan sinergi antar pendidik
terjadi akibat sikap tidak peduli. Orang tua merasa telah mengeluarkan kocek
besar untuk membiayai pendidikan. Sehingga, mereka terkesan “pasrah” pada pihak
sekolah. Pihak guru juga merasa kewajiban mereka sebatas area sekolah, sehingga
tidak perlu masuk ke teritorial keluarga. Di luar lingkungan sekolah, orang tua
yang bertanggung jawab. Tanpa sinergi akan muncul ketidaksinkronan antar
pendidik. Ada orang tua yang berusaha memotivasi dan mengembangkan potensi
anak, namun guru malah merusaknya dengan sikap atau perkataan yang membenamkan
motivasi siswa. Sebaliknya, pada saat guru berusaha mematrikan nilai-nilai
luhur di kelas, di rumah anak menemui suasana keluarga yang berantakan,
perpecahan, menyimpang jauh dari nilai yang diajarkan di sekolah.Akibatnya,
anak terbelenggu dalam kebingungan, mana yang mesti diikuti. Sehingga saat
terjerembab pada kubangan lingkungan yang negatif, anak tidak mampu bangun
untuk memilih dan memutuskan secara benar mana yang baik dan yang buruk.
Supaya permasalaha dapat
terselesaikan hendaknya kompromi dalam mendidik sangat diperlukan dalam
perkembangan anak didik Berbagai
cara dapat dilakukan untuk menjalankan sinergi yang positif. Bentuk yang paling
sederhana dan sering dilakukan adalah pertemuan rutin antara guru dengan orang
tua untuk mencapai kompromi-kompromi dalam mendidik. Kemudian juga, secara
aktif saling bertukar informasi mengenai perkembangan anak, persoalan yang
terjadi, dan perkembangan materi pengetahuan yang telah diberikan, agar
keduanya memberikan porsi pendidikan secara berimbang.Yang penting dikedepankan
dalam sinergi ini adalah dikembangkannya koordinasi untuk membangun suasana
harmonis dalam mendidik. Sehingga, beban yang dipikul terasa lebih ringan,
karena aktivitas dilakukan bersama-sama.